Sabtu, 29 September 2007
Soekarno, Malaysia, dan PKI
Yohanes Sulaiman
Sudah 42 tahun tragedi berdarah yang disebut peristiwa G30S/PKI itu
berlangsung. Namun, apa yang terjadi pada malam naas tersebut masih
merupakan misteri. Salah satu pertanyaan yang sering diajukan adalah
apa hubungan Soekarno dengan PKI? Benarkah Soekarno mau menyerahkan
Indonesia kepada PKI? Jawabannya tidak! Soekarno memerlukan PKI karena
saat itu ia ingin mengganyang Malaysia. Namun, Soekarno sendiri tak
mau membiarkan PKI naik ke panggung kekuasaan.
Seberapa jauh keterlibatan Soekarno dalam tragedi tersebut? Apa saja
yang termuat dalam berbagai dokumen Kementerian Luar Negeri Amerika
Serikat dan CIA yang baru saja dideklasifikasikan?
Satu hal yang kurang diperhatikan para sejarawan yang meneliti
kedekatan Soekarno dan PKI adalah hubungan antara konfrontasi Malaysia
dan kedekatan Soekarno dengan PKI.
Demonstrasi anti-Indonesia
Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, di mana para
demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa
lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman-Perdana
Menteri Malaysia saat itu-dan memaksanya untuk menginjak Garuda,
amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.
Howard Jones, Duta Besar AS saat itu, melaporkan kepada Washington
bahwa ia bertemu Soekarno. "Saat itu Soekarno marah besar.... Tidak
ada lagi pertukaran salam. Tak ada basa-basi... . Menjawab pertanyaan
saya, apakah situasi sudah terkendali, Soekarno meledak dan mengutuk
tindakan Tunku. "Sejak kapan seorang kepala negara pernah menginjak-
injak lambang negara lain?" Soekarno juga menyebutkan fotonya yang
dirobek dan diinjak-injak. "Rakyat Indonesia sudah murka! Ini Asia,
tahun 1963. Saya juga amat beremosi! (telegram dari Kedubes AS di
Indonesia kepada Departemen Luar Negeri AS, 19 September 1963)
Howard Jones menyatakan simpatinya, tetapi ia menekankan bahwa
Indonesia tak bisa mengandalkan bantuan AS jika Soekarno ingin
melakukan balas dendam. Sementara itu, TNI Angkatan Darat terpecah:
Jenderal Ahmad Yani tidak bersedia mengerahkan pasukan untuk menyerbu
Malaysia karena tidak merasa tentara Indonesia cukup siap menghadapi
Malaysia yang dibelakangi Inggris. Namun, Jenderal AH Nasution setuju
untuk mengganyang Malaysia karena ia khawatir isu Malaysia akan
ditunggangi PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di
Indonesia.
Saat itu PKI merupakan pendukung terbesar gerakan mengganyang
Malaysia, yang dianggap antek neokolonialisme dan imperialisme. Namun,
pertimbangan PKI bukan didasarkan sekadar idealisme. PKI berusaha
membangkitkan semangat nasionalisme Indonesia dan menempatkan PKI
sebagai gerakan nasionalis yang lebih nasionalis daripada tentara
untuk memperkuat posisinya dalam percaturan politik di Indonesia, yang
saat itu berpusat pada Soekarno, tentara, dan PKI.
Melihat dukungan tentara yang setengah-setengah, Soekarno kecewa,
padahal ia ingin sekali mengganyang Malaysia. Sejak saat itulah,
hubungan Soekarno dan PKI bertambah kuat, apalagi setelah tentara
sendiri mengalami kegagalan dalam operasi gerilya di Malaysia.
Penyebab kegagalan itu bukan karena tentara Indonesia tidak
berkualitas, tetapi para pemimpin TNI Angkatan Darat di Jakarta tidak
tertarik untuk mengeskalasi konfrontasi.
Kita harus memerhatikan secara saksama jalur pemikiran para pemimpin
Angkatan Darat saat itu. Mereka menghadapi buah simalakama. Mereka
tidak mau mengeskalasi konflik karena tidak tak yakin akan bisa menang
menghadapi Inggris. Di sisi lain, jika mereka tak melakukan apa-apa,
Soekarno akan mengamuk. Tak peduli keputusan apa yang diambil, PKI
akan tetap untung.
Akhirnya, para pemimpin Angkatan Darat mengambil posisi unik. Mereka
menyetujui perintah Soekarno untuk mengirimkan tentara ke Kalimantan,
tetapi tak akan benar-benar serius dalam konfrontasi ini agar situasi
tak bertambah buruh menjadi perang terbuka Indonesia melawan Malaysia-
Inggris (dan Australia-Selandia Baru). Tak heran, Brigadir Jenderal
Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi
tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari
belakang. (JAC Mackie, 1971, hal 214)
Kekhawatiran Soekarno
Namun, pada saat yang sama, gagalnya konfrontasi juga berakibat buruk
bagi para penentang PKI, seperti Partai Murba. Posisi PKI menguat,
sampai 25 November 1964, kepada Washington, Howard Jones melaporkan,
Adam Malik, Chaerul Saleh, Jenderal Nasution, Jenderal Sukendro, dan
banyak lagi yang lain meminta Pemerintah AS membantu menyelamatkan
kaum moderat di Indonesia dari posisi mereka yang amat sulit (akibat
menguatnya posisi PKI).... Sebagian tentara Indonesia merasa malu karena
gagalnya usaha mengganyang Malaysia. (telegram dari Kedubes AS di
Indonesia kepada Departemen Luar Negeri AS, 25 November 1964)
Sementara itu, secara internasional pun posisi PKI bertambah kuat
dengan semakin dekatnya hubungan Indonesia dengan China-Beijing.
Kedekatan ini disebabkan kesuksesan China dalam menguji bom nuklir dan
dukungan Beijing kepada konfrontasi Malaysia. Di sisi lain, Soekarno
merasa khawatir dengan PKI yang dianggap terlalu kuat. Namun,
masalahnya, ia amat memerlukan PKI untuk mengganyang Malaysia, apalagi
karena Indonesia sendiri sudah terkucil di lingkungan internasional
akibat konfrontasi tersebut.
Kekhawatiran Soekarno terlihat dalam dokumen CIA yang baru
dideklasifikasikan beberapa tahun lalu, bertanggalkan 13 Januari 1965.
Dokumen itu menyebutkan, dalam sebuah percakapan santai dengan para
pemimpin politik sayap kanan, Soekarno menyatakan tak bisa menoleransi
gerakan anti-PKI karena ia butuh dukungan PKI untuk menghadapi
Malaysia. Ia menyatakan, namanya sudah "jatuh" di dunia internasional
dan Indonesia dianggap negara gila karena keputusannya membawa
Indonesia keluar dari PBB. Namun, Soekarno menekankan, suatu waktu,
"giliran PKI akan tiba" dan saat itu gerakan menentang PKI sama dengan
gerakan untuk menentang Soekarno. Soekarno berkata, "Kamu bisa menjadi
teman atau musuh saya. Itu terserah kamu." Soekarno mengakhiri
percakapan itu dengan berkata, "Untukku, Malaysia itu musuh nomor
satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."
Dari sini terlihat, kedekatan Soekarno dengan PKI diakibatkan gagalnya
TNI Angkatan Darat memenuhi keinginan Soekarno mengganyang Malayia.
Soekarno di sini terlihat bukan sebagai antek atau pendukung PKI,
tetapi ia memang berusaha menggunakan PKI untuk membantu kebijakannya
dalam mengganyang Malaysia. Kegagalan para pemimpin TNI Angkatan Darat
juga membuat tentara-tentara, seperti Brigadir Jenderal Suparjo kesal
kepada para pimpinan Angkatan Darat. Mereka akhirnya merasa perlu
melakukan operasi untuk mengadili para pemimpin TNI Angkatan Darat
yang dianggap berkhianat kepada misi yang dibebankan Soekarno. Untuk
melakukan hal ini, mereka memutuskan untuk berhubungan dengan orang-
orang dari PKI karena dianggap memiliki misi yang sama, yakni
mengganyang Malaysia. Hal ini akhirnya menyebabkan peristiwa yang
sampai sekarang disebut sebagai G30S/PKI.
Yohanes Sulaiman Mahasiswa PhD Ilmu Politik Sekaligus Mengajar
Hubungan Internasional di Ohio State University. Disertasi "Politik
Luar Negeri
Indonesia di Bawah Soekarno dan Hubungannya dengan AS
Tahun 1945-1967"
www.kompas. com
1 komentar:
Salam Kenal.
Mas boleh nggak minta nih, tulisan untuk di post di blog,kebetulan memang saya sangat cinta indo dan sangat empet sama malingsia. kapan akan ada bung karno baru untuk ganyang malingsia.
I Luv INDONESIA RAYA
Posting Komentar